Friday, July 26, 2019

PARENTING PARA NABI


 

Surat Ash-Shaffat ayat 102 membawakan kisah ketika Nabi Ibrahim hendak meminta pendapat putranya tentang mimpi yang beliau dapatkan,

 

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

 

Tatkala anak itu sampai pada usia sanggup berusaha bersama-sama ayahnya, Ibrahim berkata, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku mengorbankanmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?”

 

Anak itu menjawab: “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah ayah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."

 

Mari kita fokus pada bagian awal ayat, saat Allah berfirman anak itu sampai pada usia sanggup berusaha. Maksud dari kalimat ini adalah anak itu telah mampu melakukan sesuatu. Usianya tidak lagi terlalu kanak-kanak.

 

Uniknya, kalimat itu dilengkapi dengan keterangan bahwa sanggup berusaha bersama ayahnya. Apa maksudnya? Syeikh Mutawalli Sya'rawi mengatakan, keterangan ini menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim sebagai ayah selalu membersamai anaknya dalam melakukan sesuatu.

 

Inilah pelajaran pentingnya. Meski di tengah kesibukan dakwahnya sebagai Nabi dan Rasul, beliau tetap memiliki waktu untuk bersama dengan keluarga. Beliau tetap menjadi seratus persen Nabi sekaligus seratus persen ayah.

 

Maka, jangan mengecilkan peran family time (waktu bersama keluarga). Membersamai mereka adalah jalan lurus sebagaimana yang telah ditempuh orang-orang saleh sebelum kita.

 

Menyiapkan rezeki terbaik untuk anak memang penting, tetapi jangan sampai kesibukan kita menjemput rezeki mengabaikan kebersamaan kepada mereka.

 

The time spent with children is more important than the money you spend on them.

 

Pelajaran berikutnya dari Nabi Ibrahim adalah kejujuran. Lihatlah meski ia berbicara kepada anaknya yang masih kecil, beliau tetap berkata apa adanya tentang mimpi tersebut.

 

Jadi bagi kita para orang tua, jangan dibiasakan mengajarkan yang kurang jujur kepada anak-anak apapun bentuknya. Anak adalah peniru yang cerdas. Apa saja yang kita contohkan, akan ditiru oleh mereka menjadi kebiasaan.

 

Keberhasilan pendidikan Nabi Ibrahim dibuktikan pada akhir ayat. Terlihat dari jawaban putranya itu yang sangat terpuji. Hal ini menunjukkan hasil pelajaran yang ia dapatkan dari keluarga. Karena keluarga adalah sekolah pertama bagi setiap anak.

 

Salam Hijrah.

Waktunya bangun dan berubah dari tidur panjang kita!

Ustd. Arafat

 

Baca Juga :

Rahasia Sang Ayah 

Yang Muda Yang Istimewa

Keluasan Ungkapan Nabi

No comments:

Post a Comment