Syahdan
pada suatu siang yang terik tersebutlah dua musafir yang sedang dalam
perjalanan. Mereka berdua adalah ayah dan anaknya. Ketika melewati sebuah gubuk
yang usang sang ayah berhenti sejenak.
"Anakku,
mari kita singgah di rumah ini. Siapa tahu ada yang bisa kita bantu."
Mereka
mengetuk pintu rumah yang tampak tidak terawat itu hingga seorang lelaki muncul
membukakan pintu.
"Maaf
tuan, kami sedang dalam perjalanan. Di luar panas sekali, bolehkah kami
istirahat sejenak di sini?"
"Silahkan
masuk. Tapi maaf saya tak punya apa-apa, paling hanya bisa menyuguhkan air
putih saja."
Rupanya lelaki itu hidup dalam keadaan kekurangan. Di dalam rumah pun tak tampak apa-apa kecuali hanya sebatang pancingan. Sang ayah yang penasaran bertanya kepadanya tentang hal tersebut.
"Pancingan ini adalah tumpuan hidupku. Setiap pagi aku memancing ikan di sungai untuk konsumsi sehari-hari. Kalau ada hasil lebih, kadang aku jual ke pasar. Tapi tak seberapa harganya. Itulah sebabnya keadaanku tetap miskin seperti ini." Kata lelaki tersebut.
Rupanya lelaki itu hidup dalam keadaan kekurangan. Di dalam rumah pun tak tampak apa-apa kecuali hanya sebatang pancingan. Sang ayah yang penasaran bertanya kepadanya tentang hal tersebut.
"Pancingan ini adalah tumpuan hidupku. Setiap pagi aku memancing ikan di sungai untuk konsumsi sehari-hari. Kalau ada hasil lebih, kadang aku jual ke pasar. Tapi tak seberapa harganya. Itulah sebabnya keadaanku tetap miskin seperti ini." Kata lelaki tersebut.
Setelah
istirahat, kedua musafir berpamitan dan melanjutkan perjalanan mereka.
Tiba-tiba di tengah jalan sang ayah berniat kembali ke gubuk kecil tersebut.
Anehnya, ia berjalan mengendap-endap, menunggu
saat si lelaki lengah, kemudian masuk secara sembunyi ke gubuk tersebut dan
keluar lagi secepatnya. Anaknya hanya merasa heran dengan perbuatan ayahnya
itu, namun ia tak berani bertanya.
Singkat cerita, satu tahun berlalu sang ayah
kembali mengajak anaknya melewati jalan itu. Namun mereka tak menemukan gubuk
rusak yang dulu pernah disinggahi.

"Maaf Tuan, apakah betul Tuan adalah
pemilik gubuk miskin di lokasi ini? Apa yang terjadi hingga Tuan bisa sukses
seperti sekarang?"
"Dulu aku hanya bergantung pada hasil
memancing. Lalu suatu hari pancinganku patah, sehingga aku tak bisa
mengandalkan ikan lagi. Maka terpaksa aku mencari jalan usaha yang lain."
Lelaki tersebut menjelaskan.
"Aku
mengawali dengan menjualkan barang-barang milik seorang teman. Lambat laun
penjualanku bagus sehingga aku bisa merintis toko sendiri kecil-kecilan dan
begitulah seterusnya hingga toko ini sebesar sekarang."
Setelah
mendengar kisahnya, lantas mereka melanjutkan perjalanan lagi. Hingga di suatu
tempat sunyi, sang ayah memberi tahu suatu rahasia kepada anaknya.
"Nak, ketahuilah dulu ketika ayah
mengendap-endap masuk ke gubuknya, ayahlah yang mematahkan pancingan
miliknya!"
Anaknya terkejut. Lalu sang ayah meyakinkan
alasannya bahwa pancingan tersebut adalah penyebab kemiskinannya. Ia hidup
seolah dunia ini hanya sepanjang batang pancingnya, maka pancingan tersebut
memang harus dipatahkan agar ia berani bangkit mengambil jalan yang lebih
bermakna.
Dalam
hidup ini, kita semua memiliki pancingan yang berbeda-beda. Namun dampaknya
sama saja seperti yang terjadi pada lelaki di atas, yaitu menjadi sebuah
penjara bagi pikiran sehingga kita takut bertindak.
Temukanlah pancingan hidup kita masing-masing,
kemudian patahkan pancingan tersebut!
مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka
tidak ada seorangpun yang dapat menahannya, dan apa saja yang ditahan oleh Allah
maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu, dan Dialah yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(Surat Fathir: 2)
(Surat Fathir: 2)
Salam Hijrah.
No comments:
Post a Comment