Alkisah tersebutlah sepasang orang tua yang sedang
mengantarkan anaknya menjadi santri baru di sebuah pesantren penghafal
Al-Quran. Mereka diterima langsung oleh pengasuh pondok tersebut.
"Maaf Kyai, kami mau tanya. Kalau di sini berapa lama
seorang santri bisa hafal Al-Quran sampai dengan tuntas?"
"Jika melihat pengalaman, rata-rata empat tahun mereka
belajar di sini."
"Oh begitu Kyai. Kalau seandainya santri tersebut
belajar lebih giat dan menghafal lebih keras, nanti bisa tuntas dalam waktu
berapa lama Kyai?"
"Kalau demikian, bisa sampai delapan tahun."
Tentu saja mereka terkejut dengan jawaban ini. Lantas
pertanyaan pun diteruskan kembali,
"Nah sekarang kalau seandainya santri tersebut belajar
tambah giat lagi dan menghafal tambah keras lagi, nanti bisa berapa lama
Kyai?"
"Bisa-bisa sampai dua belas tahun."
Semakin dibuat kaget demi mendengar jawaban sang Kyai
tersebut, daripada penasaran mereka pun menanyakan hal ini.
"Maaf Kyai, kok bisa santri yang semakin giat dan
semakin keras justru lebih lama menuntaskan pelajarannya?"
"Anakku, ilmu itu dipelajari dengan kesabaran. Bukan
dengan ketergesa-gesaan ingin cepat selesai."
Jleb! Jawaban ini sungguh benar adanya. Kunci dari pemahaman
ilmu adalah sabar, dan sebaliknya penyebab kegagalan seorang pelajar karena
terburu-buru ingin cepat bisa.
وا صبر فإن الصبر عند الضيق متسع
"Bersabarlah karena sesungguhnya kesabaran itu
melapangkan segala kesempitan."
Demikianlah nasihat dari Sahabat Ali bin Abi Thalib.
Sejatinya nasihat ini berlaku bagi segala jenis ilmu yang kita pelajari, baik
ilmu dunia maupun ilmu akhirat. Patience is the key!
Kisah lain, tentang seorang pemuda yang datang ke sebuah
kedai kopi. Ia mengutarakan niatnya untuk belajar meracik kopi kepada sang
pemilik kedai. Permintaan itupun dikabulkan, lantas ia diberi tugas duduk di
sebuah kursi dan disebelahnya diletakkan sekarung kopi.
Demikianlah setiap hari tugasnya cuma duduk saja. Sang pemilik
kedai hanya mengatakan bahwa kopi di dalam karung itu adalah kopi terbaik di
negerinya.
Sebulan sudah berlalu, pemuda itu nyaris tidak diajarkan
apa-apa kecuali hanya duduk. Karena tidak sabar lagi, ia pun memutuskan untuk
mengurungkan niatnya.
Ketika berpamitan hendak pulang, sang pemilik kedai memberi
kenang-kenangan sekantong kopi berharga mahal. Tanpa diduga, pemuda itu
berkomentar,
"Bapak pasti bercanda. Kopi ini bukan kopi berkualitas!
Dari harumnya saja aku bisa mencium kalau ini hanya kopi murahan!"
"Baguslah anakku, sekarang kau sudah mahir membedakan
biji kopi pilihan. Tidak sia-sia usahamu belajar selama satu bulan ini!"
Terbukti. Belajar itu membutuhkan kesabaran. Menjadi ahli
tidak tercipta dalam satu malam. Semoga dua cerita di atas memberi suntikan
semangat bagi kita untuk tetap bersabar dalam menuntut ilmu.
Salam Hijrah.
Baca Juga :
No comments:
Post a Comment