Monday, June 24, 2019

JIWA JUANG


Belum lama, seorang lelaki bertamu ke rumah. Ia mengenal saya karena sering mendapati saya berceramah pada sebuah masjid yang dekat dengan kediamannya. Lelaki itu kemudian mulai bercerita.

Bahwa kurang dari 24 jam lagi, ia dan keluarga harus angkat kaki dari kediaman mereka. Mengapa demikian? Karena mereka tercekik utang yang berbunga. Awalnya semua berjalan dengan lancar. Namun lambat laun keadaan mulai berubah.


Pasangan suami istri itu sudah berusaha sekuat tenaga untuk mencicil, namun tetap saja utang dan bunga sesungguhnya laksana api yang semakin membesar dan semakin tak terkendali.


Yang tidak saya mengerti adalah alasan mereka saat mengajukan utang tersebut. Menurut pengakuannya, utang itu digunakan untuk kebutuhan konsumtif seperti rekreasi dan membeli kosmetik. Sebagian lagi juga diperuntukkan memperbaiki infrastruktur rumah mereka.


Betapa pilu saya menyimaknya. Bukan apa-apa, kejadian seperti ini sering saya dengar. Sebelumnya juga ada seorang sahabat meminta pendapat bahwa rumahnya butuh perbaikan di sana-sini. Apa pendapat saya jika ia hendak mengajukan utang untuk hal tersebut?


"Membangun infrastruktur rumahmu dengan utang, itu sama saja mengusir tikus dari dalam rumah dengan cara memasukkan ular!" Demikian jawaban saya.


Tak pelak kepada lelaki yang sedang duduk di ruang tamu saat itu juga saya katakan pendapat yang sama, "Mungkin masalah kita kelihatannya selesai. Tetapi kenyataannya, masalah lain yang lebih besar sudah menanti kita."


Ia mengangguk setuju. Sekaligus menyesal. Faktanya, akibat utang tersebut kini ia terusir dari tempat tinggalnya sendiri. Bukankah dahulu Rasulullah telah bersabda,



لا تُخِيفوا أنفُسَكم بعْدَ أَمْنِها. قالوا وما ذاكَ يا رسولَ اللهِ؟ قال الدَّيْنُ


“Jangan kalian mengundang rasa takut diri kalian sendiri padahal sebelumnya kalian dalam keadaan aman.”

Para sahabat bertanya, “Apakah itu wahai Rasulullah?”

Rasulullah menjawab, “Itulah utang!”

(Hadist Riwayat Ahmad)


Mungkin saja hadist tersebut bertentangan dengan pendapat para ekonom, atau pendapat para politisi. Tetapi yang pasti, hadist Rasulullah tak akan bertentangan dengan kita umatnya.


Oleh karena itu, mari bersikap bijaksana terhadap utang. Apalagi berutang untuk keperluan yang tidak mendesak. Atau sekedar untuk terlihat sukses dan berhasil di mata orang lain.


Semoga Allah karuniakan kita jiwa pejuang, yang senantiasa berani menempuh pahit manisnya berjuang jika menghadapi masalah. Alih-alih jiwa pengutang, yang sedikit-sedikit berutang seolah-olah tak ada solusi lain.


Semoga Allah juga karuniakan negeri ini pada pemilu mendatang, wakil-wakil rakyat dan pemimpin-pemimpin yang berjiwa juang, bukan berjiwa utang.


Meminjam istilah Rasulullah, tanah air ini sebelumnya dalam keadaan aman. Jangan sampai jadi mengundang rasa takut karena utang.



Salam Hijrah..

 

Baca Juga :

- Sendal Jepit 

- Gelas Kosong 

- Legenda Timun Mas 

No comments:

Post a Comment