Sunday, July 25, 2021

SEORANG NABI YANG PERJALANAN USIANYA BEGITU MULIA

 

Masih meneruskan pembicaraan kita tentang matahari, rupanya ciptaan Allah yang satu ini sungguh dahsyat dan luar biasa. Benda langit berbentuk bulat yang panasnya selalu menyala-nyala ini diperkirakan suhu dalam intinya adalah 12 juta derajat celcius.


 

Jaraknya dengan bumi pun diatur dengan rancangan paling teliti di alam ini, yaitu sejauh 150 juta kilometer. Dengan demikian, panas yang diterima umat manusia di bumi tak lebih dari 0,2 persennya saja.

 

Dengan jarak sejauh itu, tidak heran jika cahaya matahari membutuhkan waktu delapan menit untuk sampai ke bumi. Cukup lama bukan? Bayangkan apabila Allah perintahkan matahari agar sinarnya tiba-tiba padam secara mendadak, maka kita yang berada di bumi baru menyadarinya setelah delapan menit kemudian.

 

Masih banyak lagi beragam bukti ilmiah yang menunjukkan betapa menakjubkannya penciptaan matahari. Maka menjadi wajar, jika Allah bersumpah demi keagungan matahari.

 

Ulama tafsir menerangkan jika suatu ciptaan-Nya digunakan Allah untuk bersumpah, itu artinya bahwa ciptaan tersebut adalah agung dan mulia serta menjadi bukti akan Keagungan dan Kemuliaan Allah.

 

وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا

 

"Demi matahari dan cahayanya di pagi hari."

(Surat Asy-Syams: 1)

 

Tak hanya matahari, ciptaan-Nya yang dijadikan sumpah oleh Allah juga termasuk bulan, langit, bumi, dalam ayat-ayat berikutnya pada Surat yang sama. Begitu pula Allah bersumpah demi gugusan bintang yang bertebaran di alam raya dalam Surat Al-Buruj.

 

Dan masih banyak lagi aneka ragam mahluk yang dibanggakan oleh Allah sehingga dikaitkan dengan kata sumpah dalam Al-Quran. Intinya, seluruh ciptaan tersebut masing-masing menyimpan kelebihan dan keistimewaan.

 

Tahukah saudara, bahwa Allah juga bersumpah dalam Al-Quran dengan menyebut perjalanan usia Nabi Muhammad. Hal ini diabadikan pada Surat Al-Hijr ayat 72. Serta tidak ada satupun di antara para Nabi dan Rasul yang disebut-sebut usianya menjadi kalimat sumpah oleh Allah.

 

لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ

 

"Demi umurmu (wahai Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)."

 

Hal ini adalah satu petunjuk lagi tentang ketinggian derajat Rasulullah yang termaktub dalam kitab suci. Sesuai dengan prinsip yang disampaikan ulama tafsir, ayat di atas menunjukkan bahwa umur Nabi Muhammad adalah agung dan mulia serta menjadi bukti akan Keagungan dan Kemuliaan Allah.

 

Semoga kita semua termasuk dalam golongan manusia yang berbangga menjadi umatnya Rasulullah, karena mengetahui bagaimana kemuliaan dan kedudukan beliau di sisi Allah. Dan semoga kita diselamatkan dari orang-orang yang tertutup hatinya dari Rasulullah.

Sunday, July 11, 2021

DUA KISAH SATU ZAMAN

 

Al-Quran dalam surat Al-Qashash menceritakan tentang seorang multijutawan bernama Qarun yang hidup pada zaman Nabi Musa. Harta berlimpah yang ia miliki justru membuatnya lupa kepada Allah dan menentang kepada Nabi.

 

Tampak benar bahwa hikmah dari kisah ini untuk mengingatka
n kepada kita agar berhati-hati terhadap harta. Ada kalanya harta itu berbahaya karena membuat manusia lupa diri.

 

Namun Allah bersikap adil mengenai hal ini. Karena dalam surat yang lain, ada harta yang dikisahkan Al-Quran yang justru tidak berbahaya.

 

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا

 

"Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh."

 

Ayat 82 dari surat Al-Kahfi di atas merupakan episode ketika Nabi Khidir memperbaiki sebuah dinding karena di bawahnya tersimpan harta (kanzun). Ulama tafsir menjelaskan bahwa harta itu berupa emas dan perak. Apabila dikonversi dengan mata uang kita sekarang, mungkin nilainya milyaran rupiah.

 

Harta sebanyak itu peninggalan orang tua yang saleh, untuk kedua anak yatim mereka yang juga saleh. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa nama kedua anak itu adalah Ashram dan Sharim. Sedangkan yang dimaksud ayah yang saleh itu adalah kakek moyang yang berada tujuh keturunan di atas mereka.

 

Sampai di sini kita mendapat satu kesimpulan, bahwa orang saleh juga bisa meninggalkan harta bagi anak-anaknya, bahkan berlimpah. Perniagaan yang jujur, usaha yang halal dan dikelola oleh orang bertakwa, justru membuahkan hasil yang berkah dan mencukupi hingga tujuh keturunan.

 

Sebagaimana perbuatan sebelumnya, apa yang dilakukan Nabi Khidir selalu mengandung kebaikan. Beliau melubangi perahu, karena akan menjadi baik bagi pemiliknya. Beliau menutup usia seorang anak kecil, karena akan menjadi baik bagi orang tuanya.

 

Oleh karenanya ketika sang Nabi melindungi harta tersebut atas perintah Allah, tentu saja karena harta itu akan menjadi baik bagi kedua anak yatim yang saleh itu kelak.

 

Dari sini kita bisa mendapat kembali kesimpulan kedua bahwa tidak selamanya harta itu berbahaya. Ada pula jenis harta yang tidak berbahaya, bahkan menjadi kebaikan bagi pemiliknya. Ada harta yang menjadi wasilah seseorang semakin saleh di sisi Allah. Seperti harta dalam kisah di atas.

 

Mari kita ambil pelajaran terbaik dari kisah Qarun dan Nabi Khidir di atas yang sama-sama terjadi pada zaman Nabi Musa. Bahwa di dunia ini masih ada harta yang penuh kebaikan dan menjadi wasilah kesalehan. Harta itulah yang patut kita jemput, dengan niat mencari ridha Allah.

 

Tentu saja dengan jalan yang jujur dan halal, serta ditempuh dengan penuh ketakwaan. Sambil terus muhasabah jangan sampai harta itu berubah membuat kita lupa diri lantas menjadikan kita sebagai Qarun baru di zaman sekarang.

Tuesday, July 6, 2021

HARIMAU DAN KANDANG DOMBA

 

Alkisah seekor harimau tengah berjalan-jalan di padang rumput luas. Sejurus kemudian matanya melihat sebuah kandang peternakan yang berisi puluhan ekor domba.

 

Setelah harimau itu mendekat ia melihat pagar yang mengelilinginya cukup tinggi sehingga tak mungkin ia melompatinya. Satu-satunya jalan adalah menyelinap di antara celah-celah pagar tersebut. Namun tubuhnya terlalu gemuk sehingga tak mungkin melewatinya juga.

 

Ia memutuskan untuk berpuasa selama tiga hari tiga malam agar tubuhnya kurus, dengan harapan kelak bisa melewati celah pagar tersebut.

 

Penderitaan pun dimulai, ia tidak makan dan minum apapun selama hari-hari tersebut. Pada hari ketiga, tubuhnya benar-benar kurus dan dengan mudahnya ia masuk ke dalam kandang melalui celah-celah pagar.

 

Harimau itu kini dengan bebas memangsa domba-domba yang ada di sana. Setiap hari ia melahap daging sebanyak-banyaknya. Hidupnya penuh dengan kenikmatan.

 

Setelah beberapa hari tinggal di dalam kandang domba, nalurinya sebagai hewan liar bangkit kembali. Ia merasa tidak betah terkurung seperti itu. Habitatnya yang sejati adalah alam bebas. Meski banyak makanan, namun tetap saja ia harus kembali ke tempat asalnya.

 

Harimau itu memutuskan untuk keluar dari kandang, namun sialnya tubuhnya kini sudah terlalu gemuk untuk melewati celah-celah pagar. Satu-satunya cara adalah menderita lagi selama tiga hari tiga malam seperti dahulu, agar tubuhnya bisa kembali kurus.

 

Ia kemudian melakukannya, hingga berhasil keluar melalui celah-celah sempit tersebut dan menghirup udara padang rumput liar. Demikianlah legenda tentang harimau dan kandang domba.

 

Apabila harimau itu diibaratkan sebagai perjalanan hidup manusia, maka kandang domba seolah-olah alam dunia sebagai tempat singgah sementara. Sementara padang rumput liar adalah alam akhirat tempat yang abadi dan semua manusia pasti akan kembali ke sana.

 

Perhatikanlah bahwa tidak sedikit manusia yang rela melewati berbagai penderitaan demi mengejar kenikmatan dunia. Mereka meninggalkan shalat, mengabaikan keluarga, bahkan melupakan kesehatan dirinya sendiri. Bukankah menderita apabila mencari dunia harus seperti itu?

 

Tidakkah mereka lupa bahwa ketika saatnya harus kembali ke alam yang abadi, semua kenikmatan dunia tersebut tetap saja mereka tinggalkan. Seperti harimau gemuk itu yang tetap saja harus kurus kembali saat waktunya pulang.

 

Legenda tersebut sejatinya menyampaikan pesan moral agar kita hendaknya memenuhi kebutuhan dunia sambil tetap mengingat akhirat.

 

وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَٮٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأَخِرَةَ‌ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَا‌ۖ

 

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari dunia."

 

(Surat Al-Qashas: 77)