Monday, November 11, 2019

YANG BAIK BERKUMPUL DENGAN YANG BAIK

 

وَاذْكُرْ إِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ ۖ وَكُلٌّ مِنَ الْأَخْيَارِ

"Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa' dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik."

 

Mari kita perhatikan bagaimana Al-Quran dalam Surat Shad ayat 48 di atas mengumpulkan nama orang-orang yang berbeda dalam satu ayat yang sama.


Cobalah diamati sekali lagi dan kita renungkan pelan-pelan mengapa ketiga nama itu disebut bersamaan? Karena ketiganya adalah sama-sama orang baik. Ingat, yang baik hanya kumpul dengan yang baik.

 

Maka dalam hidup ini usahakanlah mencari kumpulan yang baik pula, meski kita belum sepenuhnya menjadi orang baik. Hadiri majlis pengajian ulama-ulama saleh, carilah teman yang senantiasa mengingatkan kita kepada Allah.

 

Termasuk dalam bermedsos, berkumpullah dengan mereka yang menghargai waktu kita karena telah menyuguhkan postingan yang bermanfaat.

 

Lalu bagaimana gaya bahasa Al-Quran dalam menceritakan orang-orang yang tidak baik? Simak Surat Al-Qashas ayat 8 berikut,

 

إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ

 

"Sesungguhnya Fir'aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah."

 

Tak jauh berbeda dengan sebelumnya, dalam satu ayat yang sama berkumpul nama-nama yang berbeda, dan kesemuanya sama-sama orang yang tidak baik. Fir'aun hanya berkumpul dengan Haman!

 

Ingat, yang tidak baik hanya kumpul dengan yang tidak baik.

 

Maka dalam hidup ini untuk menilai apakah diri kita sudah dekat dengan kebaikan atau belum, lihatlah kepada siapa kita sering berkumpul. Apakah kepada orang-orang baik, atau kepada orang-orang yang tidak baik?

 

Alangkah indahnya Al-Quran, hanya dari susunan bahasanya saja kita sudah mendapat pelajaran berharga. Semoga kita semua diberi nikmat oleh Allah berupa perkumpulan yang baik. Bukan hanya di dunia, bahkan hingga di akhirat.

 

Salam Hijrah.

 

Thursday, October 17, 2019

PERANAN YUSYA' MASA KINI

Ada satu orang pemuda yang berjasa mengantarkan Nabi Musa ke tempat tujuannya, beliau bernama Yusya' yang sekaligus murid sang Nabi.

 

Pemuda ini disebut-sebut dalam surat Al-Kahfi ayat 60 hingga 65. Beliau adalah laki-laki yang setia menemani Nabi Musa saat perjalanan menemui Nabi Khidir.

 

Melalui Yusya' inilah Nabi Musa mengetahui ke arah mana jalan yang seharusnya ia tempuh, karena Yusya' melihat seekor ikan yang bertingkah ajaib di suatu tempat, sedangkan Nabi Musa sendiri justru tidak melihatnya. Rupanya Allah memang menghendaki saat itu Yusya' mengambil peran sebagai penunjuk jalan.

 

Bila direfleksikan pada zaman kita sekarang, posisi Yusya' seolah-olah seperti asisten pribadi dari seorang ulama yang tugasnya mengendarai kendaraan sekaligus menemani sang ulama tersebut sampai ke tujuannya.

 

Peranan panitia dari suatu acara-acara pengajian yang mengundang para ulama juga nyaris menyerupai Yusya' dalam hal menunjukkan tempat yang tepat ke mana sang ulama harus datang.

 

Sebab tidaklah mungkin seorang ulama tahu di mana saja orang-orang yang menghendaki kehadirannya, kecuali jika ada pihak lain yang lebih dahulu menghubungi dan menerangkan di manakah tempat mereka berada.

 

Bahkan tidak jarang, panitia sudah menyiapkan driver yang siap mengantar jemput sang ulama dan menemaninya selama perjalanan. Tak disangsikan lagi, bahwa peran inilah yang dulu diemban Yusya' kepada Nabi Musa.

 

Jadi tak usah berkecil hati bagi kita yang aktif dalam kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, yang kerap kali menghadirkan para ulama ke wilayah kita, karena peran serta seperti ini adalah mulia, dan diabadikan oleh Al-Quran dalam bentuk cerita.

 

Bahkan di kemudian hari, Yusya' diberi kedudukan mulia oleh Allah karena beliau diangkat menjadi Nabi. Tersebut dalam hadist bahwa salah satu mukjizat Nabi Yusya' ini adalah menahan pergerakan matahari.

 

إنَّ الشَّمسَ لم تُحبَسُ إلَّا ليوشعَ بنِ نونٍ لَياليَ سارَ إلى بيتِ المقدسِ

 

"Sesungguhnya matahari belum pernah ditahan untuk seorang manusia, kecuali untuk Yusya' bin Nun pada malam beliau menuju Baitul Maqdis."

 

(Hadist Riwayat Ahmad)

 

Jika seorang yang berkhidmat membantu Nabi bisa menjadi Nabi, tentu bisa pula orang-orang biasa seperti kita diberikan ilmu oleh Allah jika kita mau berkhidmat membantu para ulama.

 

Salam Hijrah.

Tuesday, October 15, 2019

PESAN PENTING DARI NABI YA'QUB

 

Suatu malam Nabi Yusuf mendapat nikmat yang luar biasa dari Allah. Yaitu diberikannya mimpi yang istimewa, di mana Nabi Yusuf melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan bersujud menghormati beliau.


 

Keesokan harinya Nabi Yusuf yang saat itu masih berusia belia menceritakan kenikmatan ini kepada sang ayah, yang tidak lain adalah Nabi Ya'qub.

 

Ayahnya mengerti makna dari mimpi tersebut, namun ia berpesan agar Nabi Yusuf jangan menceritakan nikmat tersebut kepada siapapun. Al-Quran menceritakan kembali kisah ini dalam Surat Yusuf ayat kelima,

 

قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَىٰ إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا ۖ إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ

 

Ayahnya berkata, "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, mereka nanti bisa membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia."

 

Anjuran Nabi Ya'qub kepada putranya ini mengandung pelajaran bahwa tidak semua nikmat Allah yang kita terima pantas untuk ditunjukkan kepada orang lain.

 

Memang ada kalanya kenikmatan itu bagus untuk diberitakan kepada para tetangga, sebagai bentuk syukur kita atas pemberian Allah tersebut.

 

Misalnya, saat sepasang suami istri mengundang tetangganya untuk acara walimatul aqiqah sebagai ungkapan syukur karena Allah berikan kepada mereka buah hati. Hal yang demikian jelas baik sekali.

 

Namun ada kalanya sebuah kenikmatan cukuplah kita simpan rapat-rapat. Misalnya ketika kita diberikan nikmat bisa mendirikan qiyamul lail, apa perlunya kita posting status untuk mengabarkan kepada khalayak ramai bahwa kita sudah terjaga pada jam tersebut?

 

Rasulullah justru berwasiat bahwa sikap merahasiakan nikmat Allah bisa menjadi hal yang menolong agar doa-doa kita dikabulkan oleh Allah.

 

استَعِيْنُوا عَلَى إِنْجَاحِ الْحَوَائِجِ بِالْكِتْمَانِ

 

“Mintalah pertolongan pada Allah agar keinginanmu diterima, dengan cara menyembunyikan (kenikmatan)."

 

(Hadist Riwayat At-Thabrani)

 

Jadi memang tidak semua nikmat perlu kita syiarkan. Bijaksanalah dalam mengabarkan kenikmatan. Karena beberapa nikmat tersebut justru terasa semakin indah bila tetap menjadi rahasia antara kita dengan Allah saja.

 

 

Salam Hijrah.